21.11.08

ga ada judul

“iya, yawdah ya, istirahat ya, take care, makasi Di..wasalam..”

“iya, sama2. Walaikumsalam”

Tuut,tuut,tuut, suara itu menandai putusnya pembicaraan malam itu. Tapi Dias sebenarnya belum ingin mengakhirinya. Baginya, berbicara selama apapun dengan Yuan selalu lebih baik daripada menepati jam tidur, atau bahkan mengerjakan tugas kuliah.

Pembicaraan barusan bukannya tidak cukup lama, tapi Dias masih tidak ingin percaya apa yang barusan diakatan Yuan.

Dias terkulai lemah, terpaku, dan perlahan mulai menangis, sesuatu yang tidak lagi dirasakannya sejak kematian ayahnya 2 tahun yang lalu.

“akhirnya aku benar-benar seperti orang bodoh. aku menangis, entah bahagia atau menyesal. yang aku tahu, seseorang baru saja menelponku dan mengatakan dia akan menikah.”

Pernyataan itu berulang-ulang mendera batinnya. Bingung, dia harus bahagia atau menangis.

Sayang sekali, Dias bukan manusia yang bisa bersedia menyatakan kepada orang lain kalau dia baru saja kecewa, bukannya diam setelah mendengar Yuan mengabarinya hal itu, bisa-bisanya dia bilang “selamaat...” bahkan masih sempat memberi ultimatum sedikit bergurau “kali ini, aku mengajukan permintaan undangan. resmi. titik. tujukan ke alamat rumahku. kalo tidak, aku tidak akan pernah mau bicara lagi denganmu!”.

Itu kalimat terakhir yang dia ucapkan kepada Yuan sebelum akhirnya menutup telpon.

Kini dia bingung, matanya bergerak-gerak seperti sedang benar-benar menikmati buku bacaan, tapi sebenarnya pikirannya berkelana kemana-mana. Tapi tidak jauh-jauh dari seputar kenangan bersama Yuan. Kali ini yang terlihat hanya keindahan yang semakin lama semakin pudar, lalu dia menangis lagi. Buku bacaan itu jatuh tergeletak di lantai sisi kiri tempat tidurnya, buku bacaan berjudul “Doraemon”.

*saduran*

..

Tidak ada komentar: